Hari itu,
hari yang biasanya ditakutkan oleh semua anak sekolah dan orang kantoran karena
masuk sekolah dan kantoran sempat libur karena Hari Raya Imlek. Jadi buat
kalian yang diliburkan karena Imlek, berterima kasihlah kepada Mantan Presiden
Gus Dur yang telah menetapkannya sebagai hari libur. Hari itu gue sama keluarga
di Jakarta, pergi piknik ke pantai Taman Impian Jaya Ancol. Sebenarnya
jarang-jarang sih keluarga gue pergi piknik bareng, tapi gak apa-apa, namanya
juga sekali-kali.
Ekspektasi
gue, kami bakal berangkat pakai mobil sewaan semacam minibus yang sudah tak
perlu disebutkan lagi. Perkiraan gue salah. Setelah siap-siap berangkat,
mobilnya juga sudah menunggu di luar nyatanya gue melihat angkot merah kwk 25
jurusan Pd. Kopi-Rawamangun. Gue langsung pikir, what?! Gue masih ragu-ragu dan
kagok buat naik waktu itu. Seolah-olah mobil ini adalah supercar yang kalau
tidak sengaja menggoresnya maka dikurung penjara. Ternyata bukan begitu.
Yaudah, gue
naik ke angkot merah. Perjalanan dihiasi dengan suasana angkot yang begitu
kuat, karena memang begitu adanya. Di jalan, gue planga plongo ngeliatin jalan,
mobil dan gedung seolah-olah gue adalah manusia gua yang cuma tau “huuba huba
huba”. Setelah gue pikir lagi, ternyata naik angkot juga bisa bikin nyaman. Gue
dibuat ngantuk oleh angin yang masuk dari jendela terbuka, tapi gak bisa tidur
karena alasan tadi.
Akhirnya,
kira-kira satu setengah jam gue di mobil dan akhirnya sampai. Bocoran buat
kalian, tiket masuknya sekarang 25 ribu per orang. Kami masuk, cari parkiran
yang dekat pantai tempat anak-anak main-main. Beberapa lama nyari parkiran
akhirnya dapat juga. Posisinya pas, setidaknya agak sedikit miring dari garis
parkir. Tak apa.
Gue akhirnya
sampai di depan pantainya, dan satu hal yang buat gue miris yaitu, ternyata
pantai ancol itu gak seindah yang gue lihat di televisi. Kecil, sempit, rame.
Bibir pantainya, yang biasa anak-anak main pasir itu panjangnya gak lebih dari
peron stasiun Pondok Cina. Kecil banget. Kalo begini gue milih main di stasiun
Pondok Cina. Udah gitu, pemandangan kita terbatas, soalnya jauh di depan pantai
ada tembok pemecah ombak yang cukup tinggi.
Gue gak
gabung anak-anak main air, karena gue gak bawa pakaian ganti and i thought it
is no more fun than play game. Yaudahlah, gue bantuin kakek nenek buat
bentangin tikar dan ngurusin mereka. Di sana gue gak kemana-mana, cuma duduk
liatin anak-anak main, tau-tau ada aja yang udah ngilang makanya diawasi. Kalau
gue gak salah, gue makan gado-gado yang katanya pedes. Waktu gue cobain, gue
gak ngerasa pedes sama sekali, apaan nih gak pedes. Gue makan banyak, cukup dua
bungkus nasi, anginnya kencang membuat rambut gue tertiup seakan-akan
gantengmeter gue naik 2 tingkat gitu. Makan udah habis, anginnya kencang, gue
berencana pergi ke anjungan di dekat pantai.
Anjungannya
bagus. Gue ingat satu adegan FTV di sana, ketika dia mau loncat terus dicegah
cewek yang ngira dia mau bunuh diri. Ini kan kurang pas, masa bunuh diri di
pantai berair dangkal. Cara bunuh diri yang buruk. Okay, back. Jadi semakin gue
ke ujung anjungan itu, anginnya terasa makin kenceng. Sehingga gantengmeter gue
naik beberapa tingkat lagi. Banyak sih di sana yang foto-foto, muda mudi
seperti itu, gak ada yang kakek kakek ambil selfi, gak ada. Gue sengaja gak
ambil foto selfie atau apapun karena ya menurut gue itu norak banget ketika lu
selfie sendirian, gak ada yang nemenin. Kocak aja gitu. Kecuali lu selfie
berempat atau lima orang temen lu, nah itu lebih norak lagi. Tapi kan
bareng-bareng noraknya, jadi gak apa-apa. Gue gak lama di situ, gak kuat
anginnya gede banget, kenceng. Gak kuat juga lihat muda-mudi selfie-selfie,
sedang gue planga-plongo terpapar angin pantai nan berdebu. Ea.
akhirnya gue
bosen, gue iseng beli ice cream sama mamang ice cream. Ice cream yang dijualnya
mahal semua. Seolah-olah gak dijual di tempat lain. Yaudah gue cari aja yang
murah, dapet sih, es krim Cuma enam ribu. Yaudah, gak lama setelah itu gue
balik ke rumah. Masih dengan angkot merah, belum ganti jadi lamborghini. Kali
ini lewat jalan yang berbeda, via Tanjung Priuk. Waktu di jalan, gue sempat
ketiduran karena ngantuk banget, capek juga. Ternyata kami gak langsung pulang
ke rumah, tapi singgah dulu di salah satu rumah saudara juga, uwak gue. Di sana
gue udah terkapar duluan, tidur. Dibangun-bangunin malah disuguhin nasi uduk.
Ya gue makan. Habislah nasi uduk hari itu juga. Waktu itu udah hujan lebat,
dingin, dan gue tidur di lantai karena saking capeknya.
Setelah
maghrib, kami balik ke rumah di Perumnas Klender.
0 Komentar Absurd:
Post a Comment
Komentar